Perempuan ini, diam di sini. Mengenang. Di tempat yang sama yang selalu dia lakukan bersama lelakinya.
Tadi si pelayan laki-laki menyambutnya dengan tersenyum, tapi begitu tahu perempuan ini memesan juga espresso selain teh melati dan roti favoritnya, pelayan langsung mukanya terlihat sedih. Tetapi kerja adalah kerja, jadi mau tidak mau dia harus melayani pelanggannya.
Pelayan itu pergi. Berbisik kepada temannya, pelayan perempuan di sana. Lalu pelayan perempuan pun menghembuskan napas panjang sambil mengelus dadanya.
Perempuan ini masih di sini. Di meja paling pojok dekat jendela. Seharusnya hari ini jangan hujan, batinnya sambil mengelap satu tetes air mata yang sudah di pelupuk matanya. Mencegah agar tidak jatuh begitu saja. Lalu tatapan matanya kosong menatap percikan-percikan air di jendela.
Hpnya kemudian berbunyi. Dia tidak melihat hpnya, hanya langsung memencet tombol untuk mematikan hpnya. Hari ini dia tidak ingin diganggu. Hari ini saja.
Pelayan perempuan datang. Menaruh teh melati dan roti sela stroberi di mejanya dan espresso di seberangnya. Lalu menambahkan satu cupcake dengan potongan stroberi di atasnya, "Bonus dari kami," katanya. Perempuan itu tersenyum, mengatakan terima kasih dengan lirih. Pelayan perempuan melihat teman pelayannya, keduanya terlihat sedih, lalu tersenyum dan meninggalkan perempuan itu .
Perempuan ini menatap espresso di seberangnya, kemudian menambahkan gula dan menatanya agar pegangannya berada di sebelah kiri tempat dia duduk atau sebelah kanan kursi seberangnya. Lalu dia memandangi espresso itu begitu saja. Seolah-olah asap yang mengepul dari cangkir itu begitu berharga. Tidak akan ada yang meminum espresso itu. Dia hanya ingin espresso itu ada di sana, di seberangnya.
Satu tetes air mata akhirnya mengalr begitu saja. Kali ini dia tidak sempat menahannya.
Dia mengambil tisu dari dalam tasnya, dan mulai mengusap pipinya. Teh melatinya belum disentuh, apalagi roti dan cupcake di depannya. Dia melihat kembali espresso di depannya, dan sekarang melihat kursi kosong di depannya. Lagi. Airmatanya mengalir lagi. Dia menghapusnya lalu mengalihkan pandangan ke jendela.
Masih hujan. Seharusnya jangan hujan.
Perempuan itu kembali ke tempat ini, untuk hari ini saja. Mengenang kembali semua cintanya, menangis kalaupun memang harus menangisinya. Hanya untuk hari ini. Dia akan meneguk semua pahitnya. Tanpa kecuali.
Karena tepat jam 12 malam nanti, dia sudah berjanji kepada dirinya sendiri bahwa dia akan membiarkan perasaannya pergi dan menerima kenyataan bahwa lelakinya tidak ada lagi setelah kecelakaan 10 hari lalu. Menerima kenyataan, ini langkah pertama dalam melepaskan. Dan dia akan menepatinya. Mungkin memakan waktu lama, mungkin juga tidak semudah yang dia pikirkan, tapi dia akan melakukannya.
Sebelumnya, dia hanya berharap hari ini jangan hujan, karena dia mau mengenang bahagianya saja. Tetapi, kalau hujan, dia akan mengingat hari dimana lelaki itu melamarnya, dibantu pelayan-pelayan di kafe ini dengan segala lilin, roti, pemain biola, dan tulisan besar, "Would you make today as one of my memorious day?"
Itu adalah salah satu hari paling bahagia baginya.
Waktu itu hujan.
Categories:
Scenefiction
hari ini juga hujan. tidak berkesudahan. kosong masih saja kosong tak juga pergi. sekarang juga masih hujan
Ceritanya kasian sekali, mas :"). Selalu ada yang 'dalem' di setiap cerita Mas Erik. Keren \m/
lagi lagi hujan.. dan masih hujan masih datang bersama tumpukan rindu yang menyertainya
ditempatku juga sering hujan(saat ini),apalagi (ditempatku pula)saat ini sedang panen-panenya rindu di setiap bilik kamar.. harusnya,mas erik menulis ini tidak saat seperti ini..karena saat ini memang sedang musim hujan.. ato memang, supaya musim hujan kali mendapat kado spesial dari mas erik..
Waktu Ini (juga) Hujan..
hujan selalu mendatangkan kenangan, banyak cerita yang muncul ketika hujan, hujan adalah kerinduan hujan juga kesedihan hujan juga kebahagiaan, dan banyak lagi
merinding bacanya..
disetiap hujan memang selalu ada kenangan...