Lagi, kali ini ada yang melihat kami dengan heran. 

Aku memandunya dari mobil untuk duduk di kursi rodanya. Biasanya dia menggunakan kaki palsu, tapi kakinya yang hilang separuh itu lecet beberapa hari ini, jadi dia menggunakan kursi roda dulu. Aku tersenyum. Dia pun tersenyum. Lalu aku ke belakang kursi roda itu dan mendorongnya pelan. Masih tersenyum.

Lagi, masih ada yang sembunyi-sembunyi melirik kami. Mungkin karena merasa tidak enak jika menatap, maka mereka juga berpura-pura seolah tidak melihat kami. Tapi aku tahu, kentara sekali. Karena kami sering mengalami.

Aku dan dia tetap biasa saja. Berbicara dengan penuh senyuman. Banyak juga yang mengira senyumku penuh kepalsuan. Tidak apa. Tapi yang penting saat ini, aku tersenyum ketika bersamanya. Itu saja.

Hari ini dia ingin makan sate kambing, aku pun juga ingin sate, meski aku akan memilih sate ayam saja. Katanya tempat makan di taman yang luas ini ada beraneka macam pilihan makanan. Lebih dari 50 warung makan, jadi kami akan mencobanya.

Lagi, ketika melewati beberapa pengunjung yang semuanya berada tepat di tengah taman sementara warung makan mengelilingi mereka, kami seperti diawasi dengan sembunyi. Tidak apa. Sejak dua tahun lalu, aku terbiasa, dan mungkin dia juga sudah mulai terbiasa walau membutuhkan waktu lebih lama dariku. Beberapa di antara mereka ada juga yang berbisik kepada teman di sampingnya. Mungkin mereka berkata, “Jangan dilihat dulu. Lihat arah jam Sembilan. Tapi jangan sampai terlalu kelihatan kalau kamu menatapnya ya.” 

Dia senang ketika melihat ada yang membuat mi secara tradisional seperti di film-film Mandarin Jacky Chan dimana tepung ditepuk-tepukkan ke bawah lalu dipuntir-puntir, ah entahlah bagaimana menjelaskannya, tapi memang itu bukan hal biasa. Dia memilih kursi di dekat warung mi tradisional itu. Dia ingin makan sambil melihatnya. Aku tersenyum.

Aku mulai melihat sekeliling dan melihat ada yang jual sate beberapa meter dari tempat kami duduk. Aku berkata kepadanya untuk meninggalkannya sebentar untuk pesan sate. Seperti biasa, ketika aku bertanya minumnya, dia memesan es lemon tea. Favorit dia sejak dulu. Lalu aku berjalan meninggalkannya.
Lagi, beberapa orang melihatku berjalan. Tidak apa, aku sudah biasa. 

Aku memesan satu sate kambing dan satu sate ayam serta dua es lemon tea. Pelayan mencatatnya lalu bertanya dengan nada sopan dan sangat hati-hati, “Dua? Mbak dengan siapa?” Aku menjawab sambil tersenyum, “Suami.”

Aku tahu dia sudah sejak awal tahu bahwa aku berdua karena tempat duduk kami tidak jauh dari sini dan aku sempat melihat dia salah satu yang melihat kami. Pasti dia hanya penasaran siapa yang bersamaku. Dia hanya manggut-manggut sambil melihat suamiku, lalu melihatku dan berkata, “Meja Lima Belas. Ditunggu sebentar ya, mbak.” 

Aku membayar, lalu kembali berjalan ke meja. Masih merasa beberapa orang melirikku dengan sembunyi.
Aku kembali duduk, dan dia bertanya, “Sudah?” 

“Sudah. Lho, pembuat mi nya sudah selesai? Sayang sekali,” kataku.

“Iya, kamu melewatkannya.” Dia tersenyum lebar. Ah, aku suka sekali senyumnya. Sangat suka.

Lalu kami berbicara apa saja. Kadang aku tertawa, kadang dia tertawa. Lebih sering kami tertawa bersama.

Lagi, masih banyak yang mungkin melihat dan membicarakan kami. Tidak apa, kami tidak memedulikannya. Mungkin setelah ini, kalau ada yang berani, akan bertanya seperti pertanyaan yang sudah entah berapa puluh kali aku mendengarnya, “Kenapa mbak yang secantik ini, bisa bersuami laki-laki seperti dia?” Biasanya mereka memang menghindari kata cacat. Dan aku tersenyum saja. Awalnya, aku menjawab mereka satu per satu tapi kemudian aku lelah sendiri. Jadi aku hanya menjawab singkat, “Cinta,” sambil tersenyum lalu meninggalkan mereka untuk menghindari pertanyaan selanjutnya.

Mereka tidak mengerti, senyumnya di setiap hari itu, lebih berarti daripada kekurangannya. Aku tidak pernah melihat kekurangannya itu, karena dia masih sebagai suami bertanggung jawab seperti biasa sebelum dia cacat. Dia bisa menghasilkan pendapatan dengan menulis dan menggambar. Dia hebat dengan hal itu.
Mereka tidak mengerti, bahwa meski aku memiliki pendapatan yang jauh di atasnya, dia tidak pernah mau uangku. Bahkan dia bersikeras untuk semua tagihan dan biaya-biaya harus dia yang membayar, gajiku sebagai sekretaris direktur, hampir tidak pernah digunakan. Sampai akhirnya aku membeli mobil itu. Itu pun aku yang selalu menggunakannya.

Mereka tidak mengerti, bahwa di setiap pagi, dia selalu menaruh secarik puisi di sampingku yang selalu membuatku tersenyum. Kadang-kadang dia akan membuat karikatur tentangku atau selembar komik lucu yang bisa membuatku tertawa sampai terbahak. Lalu dia akan dari jauh memandangiku sambil tersenyum lebar seperti biasanya. Di situ aku tak bisa berhenti mencintainya.

Mereka tidak mengerti, bahwa aku dulu pernah disekap beberapa lelaki dan menjadi korban dari nafsu mereka. Lalu dijual kepada orang lain, dan lagi-lagi menjadi korban nafsu beberapa orang lelaki lagi sampai aku bisa melarikan diri. Seorang perempuan menemukanku, dan merawatku setelah itu. Aku tentu saja sudah lapor polisi, tapi sampai sekarang pelakunya tidak pernah ketemu. Aku kembali ke keluargaku meski hati dan pikiranku sudah tidak lagi sama seperti dulu.

Mereka tidak mengerti bahwa beberapa kali aku mencoba bunuh diri karena videoku ketika terjadi peristiwa naas itu, tersebar di internet dan sudah diunduh ribuan kali. Beberapa tetangga juga sering membicarakan kami, yang tentu saja tidak di depanku dan keluargaku sampai akhirnya kami pindah di tempat terpencil. Di situ aku pun masih melakukan percobaan bunuh diri.

Mereka tidak mengerti bahwa di percobaan bunuh diriku yang kelima, aku mencoba menabrakkan diriku ke mobil tapi mobilnya bisa menghindar lalu menabrak pengendara motor. Pengendara motor itulah dia, yang tidak memiliki lagi kaki kanannya. 

Mereka tidak mengerti bahwa aku begitu tertekan dengan keadaan itu sampai menangis berhari-hari setiap kali mengunjunginya. Lalu dia hanya memegang tanganku dan berkata, “Tidak apa. Semuanya akan baik-baik saja.” 

Bagaimana bisa baik-baik saja jika dia sudah tidak memiliki separuh kaki kanannya? Bagaimana bisa baik-baik saja jika dia tidak lagi bisa berjalan dan berlari sebagaimana manusia normal pada umumnya? 

Mereka tidak mengerti, bahwa dia kemudian tahu semua tentangku dan masa laluku. Tentang peristiwa yang tidak bisa kulupakan itu. Tentang pernah dia berusaha memukul seorang lelaki hanya karena lelaki itu mendekatiku dan bertanya bukankah aku di video 3gp dulu itu? Tentang dia terus berusaha membuatku tertawa. Tentang setiap kali aku hampir menangis ketika melihat kakinya, dia selalu mengatakan tidak apa-apa. Dia masih bisa hidup dan berbahagia seperti biasa. Tentang dia menerimaku dan tidak pernah memandang masa laluku.

Mereka tidak mengerti bahwa ini bukan tentang mengasihani atau utang budi. Bukan juga tentang perasaan bersalah atau sebuah konsekuensi. Ini memang benar-benar mencintai. Ketika seseorang bahagia melihat seseorang yang bersamanya berbahagia. Ketika seseorang tidak peduli apa pun kekurangannya. Ketika senyum seseorang, jauh lebih berarti dari apa pun di dunia. 

Kelak, kalau mereka mengerti bahwa ada yang namanya benar-benar mencintai dari hati, mungkin mereka akan berhenti menatap sembunyi-sembunyi kami, ... lagi.

"Love doesnt mean there's no fight, no problem, or there's always happiness. Love is whatever happen, they try to find ways to stick together."

Categories:

20 Responses so far.

  1. Berusaha menuliskannya di tengah kerjaan yang merajalela. :)

  2. And its awesome :) briliant :) I got the feeling :) Great :))

  3. gan coba kirimin ini ke majalah, siapa tau diterima, lumayan nambah-nambah penghasilan. Fighting, spechless bacanya keren :)

  4. harus ada di kumpulan cerita kamu,harus!!!!

  5. Nathalia says:

    "Love doesnt mean there's no fight, no problem, or there's always happiness. Love is whatever happen, they try to find ways to stick together."



    no agree for more :)

  6. Seagate says:

    bagus mas..sampeyan punya gaya cerita tersendiri..alur ceritanya pun bagus..mantep deh pokoknya :)

  7. OMAIGAD kak ara.. ngk tau deh mau coment apa mau nangis,semyum semuanya kecampur.. love it.

    aku izin share lg di fbq yah kak..pasti ditruh namanya kk :)

  8. OMAIGAD kak ara.. ngk tau deh mau coment apa mau nangis,semyum semuanya kecampur.. love it.

    aku izin share lg di fbq yah kak..pasti ditruh namanya kk :)

  9. Sholihin says:

    The power of love :)
    Beneran terbawa suasana isi cerita, setuju sama komentar-komentar di atas, harus ada kumpulan cerita/dikirim ke majalah. Sangat layak.

  10. suka ceritanya ringan dibaca

  11. nenghepi says:

    Kereeen, Mas..
    Kapan bukunya keluar, nih.
    Gag sabar pengen beli >.<

  12. Riu is me says:

    selalu suka tulsannya..... keren banget sih!

  13. keren banget ka,,aku selalu suka sama tulisannya.

  14. fauziyah says:

    lama ga main ke sini, sekalinya datang, uda nangis2 (lagi)

  15. ceritanya menyentuh bgt, Mas :)

  16. Feel-nya dapat, cara penjabaran jalan cerita juga luar biasa jelas. Okay, ini panjang, tapi memancing yang baca untuk menyelesaikannya. Aku suka bagian akhirnya (beberapa paragraf akhir):D

  17. Unknown says:

    Oke..
    Cukup..
    Kau bner2 membuatku menangis kak..
    Feel.y bner2 dpat...

  18. Joel Alta says:

    Seperti biasa, saya selalu menyukai tulisannya Mas Ara

  19. Ngak kuat aq membacanya...sangat terharu