Katanya, jatuh cinta itu terasa saat hal-hal sederhana jadi luar biasa.

Dan aku mengalaminya—di hadapan secangkir kopi dan teh melati yang kamu pesan sore tadi.

Meja ini bukan restoran bintang lima. Tapi duduk berdua denganmu membuatnya terasa lebih dari cukup segalanya. Tidak ada lilin atau bunga--tapi ada kamu, dan itu lebih dari istimewa.

Kita bicara tentang banyak hal yang—kalau dipikir-pikir—tidak penting-penting amat. Tentang teman kosmu yang merokok tapi asapnya nyasar ke kamarmu. Tentang teman kantor yang suaranya seperti anak kecil, tentang bosmu yang marah karena laporanmu kurang detil. Tentang kucing lucu yang duduk di pangkuanmu tadi siang. Dan tentang seblak level lima yang kamu bilang "menghancurkan perut tapi pantas diperjuangkan."

Aku tidak selalu tahu harus menanggapinya seperti apa. Kadang cuma mengangguk, atau tertawa. Tapi percayalah, meski yang mendengar ini telinga, yang tersenyum justru adalah hatiku, adanya.

Kata orang, cinta tidak selalu butuh pengakuan. Cukup duduk berdua, saling bicara, dan saling menjadi rumah. Dan aku rasa, kalimat itu ada benarnya.

Karena bersamamu, waktu terasa seperti lagu favorit yang tidak ingin cepat-cepat selesai. Dan suara kamu, seperti lirik yang kutahu tidak masuk akal—tapi entah kenapa ingin terus kuputar ulang sampai malam menghilang. 

Aku senang kamu di sini, di depanku. Dengan gelas teh melati yang uapnya mengepul pelan, dan aku yang diam-diam mencintaimu, tanpa perlu penjelasan panjang.

Aku selalu pilih kopi, kamu selalu pilih cake rasa stroberi. Dengan cerita yang banyak macamnya. Bahkan kalau kamu mau curhat soal pot bunga di depan kos yang tiba-tiba hilang pun aku akan tetap mendengarkannya. Seperti itu saja aku senang melakukannya.

Karena kamu adalah bahagiaku atau definisi dari bahagia bagiku. Dan menurutmu, apa aku tidak akan menemanimu, kalau menemanimu adalah satu-satunya hal yang sering aku tunggu? Selain siaran bola, tentu. Meski kalau memilih keduanya, aku tetap akan memilih menemanimu.

Duduk bersamamu—tanpa rencana besar atau ambisi dunia—itu cukup. Bahagia tidak harus megah. Terkadang, cukup satu orang yang membuat dunia terasa lebih ramah. 


Dan untukku, kamu adalah orang itu.

Categories: