Kadang kita tidak benar-benar sudah melepaskan. Entah itu rasa, kejadian, pengkhianatan, kejatuhan, penolakan, dan lain sebagainya. Kita tau bahwa kita harusnya mengikhlaskan semuanya, tapi kita masih belum bisa melakukannya. Kita masih tidak benar-benar sudah memaknai 'hidup terus berjalan'. 

Ya, hidup memang terus berjalan normal di luar sana, tapi mental, hati, dan pikiran kita bisa jadi masih hancur-hancuran. Masih ada luka, kenangan, atau hal-hal apapun yang mengganggu pikiran. Yang membuat kita tidak bisa tidur dan gak enak makan. Yang membuat kita ingin menangisinya semalaman. Dan entah berapa lama kita terus bertanya, kenapa lukanya berefek sedemikian mengerikan? 

Kita hanya sudah mulai belajar menerima kalau luka itu akan selalu ada bersama kita. Menjadi bagian dari diri kita. Menjalani hidup dengan luka dan kecewa yang kita bawa selamanya. Ya, 'menerima'. Karena memang kalau sudah terlanjur terjadi, memang sudah tidak bisa diapa-apakan lagi kan ya? 

Daripada terus meratapinya, lebih baik dijadikan bagian kelam dari masa lalu kita. Semua orang juga punya. Kita itu sudah hancur-hancuran, sudah nangis-nangisan, sudah kayak orang gila berusaha seolah tidak terjadi apa-apa, mungkin kerjaan, sekolah atau usaha juga jatuh karena pikiran kita entah berapa lama tidak normal setelah mengalami peristiwa buruknya. Sudah sehancur sebegitunya, masak kita selamanya seperti itu juga. Enak saja. Setidaknya kita harus punya akhir yang bahagia. 

Kita harus mulai belajar tersenyum meski masih selalu terpikirkan lukanya. Mungkin trauma juga. Kita harus mulai belajar membuat lelucon dan tertawa meski masih juga berpikir kenapa hal buruk itu terjadi pada kita atau kenapa mereka sebegitu teganya. Belajar bahwa ya sudah mau digimanain lagi memang juga gak bisa diapa-apakan lagi. Mau balas dendam juga cuma membalas, tapi gak bisa mengurangi luka atau kecewanya. Daripada sibuk terus memikirkannya, lebih baik berusaha bangun lagi lebih dari sebelumnya. Ibaratnya sudah dapat susahnya, harus dapat hal baiknya. 

Kita sudah harus mulai beradaptasi dengan keadaan dan setiap peristiwa. Pelan-pelan pun gak papa. Menyesuaikan apa yang kita punya dan kita bisa. Kita juga harus sudah menyadari kalau hidup harus berjalan meski pikiran kita sedang dalam masa buruk-buruknya. Kita harus sudah memahami bahwa kita belum mencapai halaman terakhir hidup kita. Siapa tau di halaman terakhirnya kita bahagia se bahagia-bahagianya. Menertawakan yang dulu terjadi dan kembali menangisinya. Bedanya yang kali ini, menangis karena bangga bisa melewati semuanya. 

Kita memang harus berjalan lagi seperti biasa. Bukan seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa. Tetap teringat kadang-kadang pun gak apa-apa. Namanya juga manusia, tidak mungkin lupa. Tapi setidaknya berjalan dengan keyakinan mutlak bahwa kita akan bisa melaluinya. Tidak harus tergesa-gesa atau grusa-grusu. Pelan juga gak ada masalahnya. Menangisnya berkurang lama-lama, pikiran buruknya demikian juga. Tidak akan hilang, tapi sudah bisa fokus ke yang di depan kita dan membahagiakan kita. Lalu semua akan kembali benar-benar baik-baik saja. Semoga. 

Lalu nanti, orang yang tahu apa yang sudah kita jalani mungkin akan mengagumi kekuatan kita. Orang yang tidak tau, akan melihat betapa menyenangkan pribadi kita. Kita berubah karena keadaan, tapi kita yang memutuskan ke arah lebih baik tentu saja. 

Kita sebenarnya hanya beradaptasi dengan yang terjadi. Berharap agar kejadian buruk yang bisa melukai tidak terjadi lagi. Setiap langkah dan keputusan mulai berhati-hati. 

Lalu... 

Berbahagia... kembali.




Categories: ,

One Response so far.

  1. All Reels says:

    I appreciate the effort you put into engaging with your audience and building connections.