Kita seringkali menangisi sesuatu yang pergi, padahal ia memang tidak pantas untuk tetap tinggal di sini.

Jika dia pergi karena tak setia, itu bukan luka—itu kabar gembira. Kamu dihindarkan dari luka yang lebih luka selanjutnya.
Sebab kau layak dicintai oleh yang jujur, bukan oleh yang hanya hadir saat suasana hatinya sedang makmur. Yang menjanjikan bahagia, padahal yang di pikiran dia hanya bahagianya.
Jika dia kasar, dan akhirnya memilih menjauh, dia bukan orang yang kamu butuh.
Itu anugerah, meski datang dalam rupa yang patah.

Kehilangan bukan selalu tentang menyakitimu atau memberimu luka dalam, tapi bisa jadi tangan Tuhan sedang menyingkirkan sesuatu yang nantinya jadi penghalang.
Agar kamu bisa berjalan lebih tenang, lebih terang, lebih... lebih ringan.
Tanpa beban yang mengikat langkahmu seperti besi berbentuk benang.

Pernahkah kamu berteman dengan orang yang ternyata tak pernah benar-benar mendukungmu?
Yang diam-diam menyeretmu jauh dari impian, dari hal-hal baik, dari kamu yang utuh? 

Menjadi bukan kamu? Kamu yang menjadi seperti mereka.
Dan ketika mereka menjauh, kamu sedih, tapi... tapi... kamu mulai tumbuh.
Kamu jadi lebih fokus. Lebih jujur. Lebih hidup. Lebih penuh. Lebih kamu.

Itulah kehilangan yang sebetulnya hadiah, bukan musibah.
Seperti daun kering yang jatuh dari ranting, agar ranting bisa tumbuh lagi dengan lebih gagah.
Seperti ruangan yang dikosongkan, agar bisa diisi ulang.
Dengan cinta baru, rezeki baru, atau kamu yang lebih matang.

Kalau pekerjaanmu membuatmu stres setiap hari, kalau kamu sudah lelah tapi tak pernah dihargai, dan kamu akhirnya memilih pergi—itu pun tak perlu kamu tangisi. Pergi kalau memang sudah banyak keputusan yang kamu lalui.
Sebab bekerja tidak harus sampai kehilangan harga diri.
Ada tempat di luar sana yang akan menganggapmu berarti. Mungkin tempatmu memang bukan untuk kembali. 

Tidak semua yang hilang harus kamu tahan.
Tidak semua yang pergi harus kamu pertahankan.
Kalau memang harus terjadi, biarkan terjadi. Kadang kamu harus egois terhadap bahagiamu sendiri kalau sudah tidak dihargai.
Bisa jadi, kehilangan itu seperti sapu tangan, yang membersihkan hidupmu dari noda yang tak kelihatan. 

Kita kehilangan waktu, kehilangan mimpi, kehilangan teman—tapi yang terbaik dari semuanya adalah saat kita tak kehilangan diri kita perlahan.
Selama kamu tetap menjaga hatimu tetap hangat, dan pikiranmu tetap sehat, kamu akan baik-baik saja, walau sempat tersesat.

Mungkin kamu belum dapat penggantinya sekarang, tapi yang baik memang sering datang setelah yang salah hilang. 
Bersabar sebentar tidak apa-apa.
Kecewa sesekali itu manusia.
Yang penting kamu tidak berhenti bahagia.
Dengan dan tanpa siapa-siapa.

Sendirian saja pun tak apa.

Karena kehilangan bukan akhir dari cerita, tapi mungkin, justru babak baru untuk bahagia.
Dan kamu tahu apa yang paling indah dari semuanya?


Kamu akan belajar, bahwa yang hilang bisa diganti. 

Tapi diri sendiri, tidak bisa. 

Jadi, jagalah ia.

Categories: