Aku
selalu suka melihatmu seperti ini. Memandang hujan sambil tertawa.
Lalu kamu akan bercerita bahwa di atas hujan itu, sebenarnya ada peri-peri yang menaburkan bunga. Di surga, ada tumbuhan yang bunganya berguguran seperti bunga sakura pada musim semi kalau di bumi, hanya saja tentu saja bunganya lebih indah dari yang ada di bumi. Lalu para peri dan bidadari mengambili reruntuhan bunga yang berjumlah sangat banyak itu dan menaburkannya ke bumi. Karena faktor beda udara, bunga-bunga surga tersebut berubah menjadi tetesan air. Karena itulah hujan selalu menyenangkan. Itu guguran bunga dari tanaman surga yang ditaburkan para bidadari dan peri.
Lalu kamu akan bercerita bahwa di atas hujan itu, sebenarnya ada peri-peri yang menaburkan bunga. Di surga, ada tumbuhan yang bunganya berguguran seperti bunga sakura pada musim semi kalau di bumi, hanya saja tentu saja bunganya lebih indah dari yang ada di bumi. Lalu para peri dan bidadari mengambili reruntuhan bunga yang berjumlah sangat banyak itu dan menaburkannya ke bumi. Karena faktor beda udara, bunga-bunga surga tersebut berubah menjadi tetesan air. Karena itulah hujan selalu menyenangkan. Itu guguran bunga dari tanaman surga yang ditaburkan para bidadari dan peri.
Aku
terus tertawa setiap kamu menceritakannya. Meski kamu sudah berulangkali
mengatakannya, entah kenapa tidak pernah terasa membosankan. Mungkin karena
tawa dan binar matamu yang selalu kentara sekali ketika menceritakannya. Lihat?
Bagaimana bisa aku tidak jatuh cinta, jika kamu terus melakukannya. Itu,
keriangan dan kehangatan tawamu itu.
Dan
jika hujannya tidak terlalu deras, seringkali kamu akan menarikku ke sana di
bawah hujan. Berbasah-basahan. Tentu saja setelah meninggalkan barang berharga
seperti handphone dan lainnya. Menitipkannya kepada penjaga toko, atau
meninggalkannya di mobil. Yang paling sering, meninggalkannya di mobil.
Setelah
itu, kita akan bergandengan tangan, menari, menendang genangan air, atau
mengumpukan air di kedua telapak tangan kita, lalu mengguyurkannya lagi ke muka
kita. Aku melihat percikannya, seperti bunga.
Tidak akan
ada percakapan ketika itu, setidaknya nyaris tidak ada, kecuali ketika kita
sudah kedinginan, dan ingin berhenti, maka salah satu dari kita akan
meneriakkannya. Ya, kita, harus berteriak karena suara kita selalu dikalahkan
hujan.
Ah kamu
masih ingat itu, bukan? Karena aku selalu ingat itu.
Oya,
kita sudah kenal berapa lama? Setahun lebih? Hampir dua tahun kalau tidak
salah. Dan tidak sekalipun terlewatkan pikiran bahwa betapa menyenangkan kalau
kerianganmu itu bisa selalu ada di setiap hariku. Masalahnya adalah, kamu sudah
bersama lelakimu dan tidak ada yang bisa kulakukan tentang itu. Dan aku hanya selalu tersenyum dan berkata dalam hati, "Dia tidak tahu betapa beruntungnya mendapatkanmu. Aku yang tahu. Aku."
Ah, sampai kapan pun aku akan
tetap suka hujan. Wanginya, suaranya, udaranya, pemandangannya, semuanya.
Apalagi ketika aku menikmatinya ketika bersama kamu. Bersama secangkir kopi
hangat dan beberapa roti. Lalu kita akan berlama-lama mengunyahnya. Aku tidak
tahu alasanmu mengunyah lebih lama. Kalau alasanku, karena ingin lebih lama bersamamu di café itu.
Begitu juga dengan kopinya. Kita akan berlama-lama meminumnya. Lagi-lagi
alasanku, biar lebih lama berbincang denganmu. Tapi apa kamu tahu?
Dan
meski hujan reda, biasanya kita masih akan tetap berbincang di sana. Itu juga
kalau kamu, tidak menarikku untuk bermain hujan di luar sana. Kalau tidak, ya
berarti kita akan bermain hujan.
Baru
aku tahu, belakangan, ketika kamu melakukannya, itu berarti kamu sedang ingin
menghiburku. Iya, biasanya setelah aku bercerita tentang sesuatu masalah, entah
urusan kantor, teman, atau apa pun itu. Setelah ceritaku, kamu akan menarikku
ke dalam hujan, tentu saja kalau sedang hujan. Jikapun tidak, biasanya kamu
akan mengajakku ke karaoke untuk menyanyikan lagu-lagu riang. Kamu selalu
berhasil membuatku tertawa ketika itu. Tapi, meski begitu, aku lebih suka kalau
hujan. Bermain hujan selalu membuatku senang karena kamu juga terlihat begitu
riang. Kedinginan dan demam keesokan harinya, terbayar lunas dengan senangnya
aku meluangkan waktu bersamamu.
Sekarang
ini sudah musim penghujan lagi. Dan sudah beberapa hari ini, kamu memintaku
menemanimu. Kita makan, menonton, ke toko buku atau karaoke. Kamu tidak seceria
biasanya. Aku tahu. Aku selalu tahu. Tapi aku juga tidak pernah menanyakannya
kepadamu karena aku juga tahu, kamu tidak suka seseorang mencampuri urusanmu.
Pada suatu saatnya nanti, kalau kamu sudah ingin bercerita, kamu pasti akan
mengatakannya sendiri kepadaku, atau kepada siapa pun itu yang kamu percaya.
Yang terpenting saat ini, aku ingin menemanimu, memastikan kamu baik-baik saja.
Lalu,
di tengah perbincangan kita di café itu, gerimis turun. Sebelumnya kita
sama-sama tahu bahwa hujan akan turun. Aku mencoba mengajakmu bercanda di
tengah jeda perbincangan kita karena kemurunganmu, “Lihat, peri-peri sedang
menaburkan bunga surga.”
Kamu
hanya tersenyum.
Sejenak
kemudian, kamu memandang hujan dari balik kaca. Agak lama. Menghela napas agak
panjang, lalu memandangku dan tersenyum.
“Aku
melihat dia bersama seorang wanita,” katamu. Lalu kamu memandang hujan lagi.
Aku
diam saja. Memandang matamu yang, … aku tahu, kamu sedang mati-matian agar
tidak mengeluarkan airmata. Kamu selalu berpura-pura kuat. Aku tahu. Aku selalu
tahu kebiasaanmu.
Ini
sudah keberapakalinya kamu bercerita melihat dia bersama seorang wanita? Ketiga
kalinya kalau tidak salah. Dan kamu masih bersama dia. Entah kamu bodoh, atau
terlalu cinta. Sepengatahuanku, perbedaan jatuh cinta dan bodoh itu tipis.
Seperti kebodohanku yang nyaris dua tahun ini mencintaimu diam-diam. Padahal,
aku tahu, kamu sudah bersama lelakimu. Lihat? Itu bodoh atau jatuh cinta. Dan
kamu dengan lelakimu itu, itu juga bodoh atau jatuh cinta? Ah, sudahlah,
lupakan saja.
Gerimis
di sana sudah mulai bertambah deras. Kamu juga masih saja memandangi hujan.
Masih menahan mati-matian agar airmatamu tidak keluar. Kamu pernah merasa
nyeri? Ini. Ini aku sedang merasa nyeri, memandangmu yang sedang sakit hati.
Ah, tapi nyeriku pasti tidak senyeri kamu.
Aku
memandang hujan juga, memandangmu, lalu memandang hujan lagi. Berulang.
Aku
kemudian tersenyum, mengambil tasmu yang berisi hp dan dompetmu, lalu
menyerahkan kepada penjaga kafe bersama hp dan dompetku. Titip sebentar,
kataku. Lalu aku menarik tanganmu yang kamu sambut dengan terbengong tapi tetap mengikuti genggaman tanganku. Aku menarikmu keluar café, dan menghamburkan
diriku ke hujan.
Kamu
memandangku heran. Lalu tertawa. Sedetik kemudian, kamu ikut menghambur ke
dalam hujan bersamaku.
Kamu
lihat, aku sedang melakukan apa yang selalu kamu lakukan selama ini.
Menghiburmu dengan bermain hujan. Rasakan ‘bunga-bunga surga yang ditabur para
peri’ ini.
Kita
menari, bergandengan tangan, menendang genangan, persis seperti dulu ketika
kamu selalu menarikku ke dalam hujan. Dari balik café, penjaga dan pengunjung
hanya tersenyum melihat kegilaan kita ini.
Beberapa
saat kemudian, ada jeda gerakan di sana. Aku melihatmu, dan kamu melihatku.
Lalu, aku sedikit meneriakkan sesuatu,
“Aku
mencintaimu!”
Kamu
memandangku, diam, tersenyum. Lalu menari lagi di tengah hujan.
Ah,
teriakanku diambil alih suara hujan. Ya sudah, aku ikut menari lagi bersamamu
sambil berulang kali mengatakan, “Aku mencintaimu.” Lagi, lagi, dan lagi. Aku
tidak peduli kamu mendengarnya atau tidak. Yang penting, aku sedang ingin
mengatakannya kepadamu.
Dan
kita masih menari, bersama ratusan ribu bunga berbentuk air yang ditaburkan
para peri.
Oya, kalau sudah
waktunya nanti, bisa aku mengajak hatimu pergi?
Categories:
fiksi
Kakk *nangis*
Kereenn :) :*
hehehe. sedih ya dek? Aku harap aku tidak akan pernah mengalami seperti itu. :)
aku punya visualisasi adegan ini mas, pengalaman sendiri, tp ceritanya beda, #adegan ujan2an berdua, menari di bawah rintik hujan, sedang orang heran memandang kami,,kyk anak kecil sih, tp itu moment indahh bgt,,baru tau klo ujan turun ad peri di sana, makanya tiap kali ujan, hatiku jadi damaiii banget, :D
Waaaa. beneran dek? Kereeeen! :)
keren bgt kak....:3
''Ah, sampai kapan pun aku
akan tetap suka hujan.
Wanginya, suaranya, udaranya,
pemandangannya, semuanya.''
Saya juga suka hujan lho......
Bagus banget ceritanya mas
komentar lagi ahh, bagus benerr ceritanya, suka hujaann..!!! :D
langsung dibaca begitu liat judulnya. aku suka hujan. apalagi sesaat setelah hujan berhenti. menyesapi bau petrichor itu sungguh membawa kesejukan tersendiri. nice story, love the way u write. :)
bagus bangeeeeeet ceritanya :')
Aku pikir hujan cuma bisa membawa ketenangan, ternyata juga kegembiraan :)