Ta, bukan jarak yang membuat kita terasa jauh, tetapi karena
kita tidak saling berbicara. Maksudku, benar-benar berbicara. Bukan sekadar,
“Kamu lagi apa?”, atau menceritakan apa yang hari ini kamu atau aku lakukan.
Tetapi, apakah hatimu berubah? Apakah di sana kamu bertemu orang baru, yang
awalnya biasa, lalu semakin lama, tumbuh menjadi cinta?
Jarak bukan masalahnya, tetapi komunikasi kita. Di bagian itu, mungkin kamu yang tidak bisa memahaminya.
Aku tidak takut dengan kejauhan, Ta. Di masa sekarang ini,
jarak sejauh apapun bisa dipendekkan dengan saling berbicara. Ada Skype, Whats
App, BBM, dan lain sebagainya. Semakin rutin kita berbicara, semakin hati kita
terjaga. Semakin jarang kita saling menyapa, hati kita pun semakin kentara
jaraknya.
Beberapa minggu kemudian komunikasi kita berkurang menjadi
beberapa hari sekali. Mungkin sekadar “Sudah makan belum?” atau “Sibuk gak hari
ini?” di pesan pendek kita. Itu yang kemudian paling sering kita lakukan.
Atau percakapan
pendek lainnya, yang jawabannya selalu sekadar “Ya” dan “Tidak” dan dilanjutkan
“Kalau kamu?”. Semua berhenti di kamu.
Positif thinkingku, mungkin terlalu sibuk kamu di sana. Tetapi, kamu pun sempat
update Instagram, Facebook, atau Path. Makan apa, berwisata ke mana, dan lain
sebagainya. Aku sempat berpikir, kalau ya, baiklah, mungkin memang kamu butuh
untuk bersenang-senang di sana agar tidak homesick. Tetapi, lama-lama, aku
merasa kalau kamu yang memang sedang menjaga jarak.
Bukankah jarak sebenarnya dari kita saja sudah ratusan kilometer
jauhnya, Ta? Kenapa sapaan kita pun juga harus diberi jarak?
Kalau diingat lagi, tidak terlalu sulit menebak akhirnya kita akan seperti apa.
Pikiranku sudah bisa menebak seperti menebak 1 ditambah 1 hasilnya 2. Mudah,
terlalu mudah. Anak kecil pun bisa melakukannya.
Tetapi, seperti biasa, hati terlalu sering berusaha mengelabui logika. Logikaku tahu, kamu akan pergi dariku. Tetapi, hati mengatakan, tunggu dulu, berilah sedikit waktu. Siapa tahu ini kejenuhan sesaat, lalu jenuhnya minggat.
Ya, seperti itu. Aku memberi waktu. Semoga kamu hanya karena kejenuhan
di sana, butuh bersenang-senang, lalu hatimu kembali. Kepadaku, yang cemas
menunggumu.
Dan seperti juga biasanya, logika yang selalu
memberikan faktanya. Suatu hari, ada unggahan foto kamu duduk dengan seseorang
dengan posisi tidak biasa. Kepala kalian terlalu dekat meski duduk depan dan
belakang, juga bersama teman-teman. Aku tidak mau curiga, tetapi mungkin aku
terlalu banyak membaca Detective Conan, Sherlock Holmes, atau Batman, karena
aku ingin tahu siapa dia.
Tunggu, apa itu karena cinta? Aku takut kehilanganmu
sehingga aku menjadi siaga pada apapun yang bisa mengambilmu?
Untuk laki-laki itu, juga di tag di sana, sehingga aku bisa
mencari tahu di halamannya sendiri.
1 + 1 = 2 itu memang eksakta. Mau bagaimapun,
hasilnya akan 2. Persis seperti dua orang yang komunikasinya terlalu jarang,
kalaupun iya, basa-basi saja, perpisahan hanya tinggal menunggu waktu saja.
Di halaman facebooknya, ada beberapa foto kamu dan dia.
Berdua. Hanya berdua. Kalau aku bertanya, kamu pasti akan mendebatnya. Tidak
akan ada pengakuan yang aku inginkan. Meski beberapa waktu kemudian kamu juga
yang akan mengajak kita untuk berpisah saja. Tetapi, sekarang ini kamu akan
membantahnya.
Aku terlalu mengenalmu untuk tahu kamu akan mengatakan apa.
Ini seperti menanyakan sesuatu yang sudah pasti. Di percakapan facebook kalian saja,
tidak ada yang perlu dijelaskan lagi. Terlalu kentara untuk tidak disebut sedang saling jatuh cinta. Tetapi, aku memang harus menanyakannya
biar semua segera pasti. Biar aku tidak terlalu menunggu lagi.
“O…o… Gotcha! Ketahuan kan!”
Nia. Dari belakangku sambil membawa jus mangga kesukaannya. Secepat mungkin aku letakkan hpku dengan posisi menutup ke meja.
Sesuatu yang sebenarnya aku pun tahu tidak ada gunanya. Dia pasti
sudah melihat foto kalian berdua di hpku yang memang tidak sempat aku tutup tadi.
“Lalu sekarang bagaimana?” tanyanya.
Dia memang orang yang terlalu terbuka. Ngomong apa adanya,
apa yang ada di pikirannya. Itu yang membuat dia banyak yang membenci sekaligus
banyak yang menyukai. Dia terlalu straigth to the point, di mana terlalu banyak
orang di sekitar kita yang lebih menyukai basa-basi dan ingin disenangkan
hatinya meski itu kebohongan yang sama-sama tahu tidak ada benarnya.
“Sudah siap ninggalinnya?” katanya lagi. Masih tanpa
basa-basi. “Kalau aku mah, gak perlu mikir lagi. Udah dari dulu juga
keliatan kalau dia sudah berusaha meninggalkan kok masih dipertahankan.”
Aku tersenyum saja.
“Jadi, gimana? Terima tawaranku saja atau gimana?”
Matanya berkerling. Senyumnya manja. Lalu senyum itu melebar
dengan mata berbinar.
Ya. Sejak awal, dia juga yang selalu menyuruhku meninggalkan Dita begitu menyadari kalau dulu setiap istirahat aku dan Dita selalu saling
videochat, lalu terus berkurang.
Dia juga yang tanpa tedeng aling-aling bilang
suka, dan kalau Dita pergi, mau menggantikannya. Kalau aku bilang aku
saja belum putus, dia juga yang bilang kalau harus sudah bersiap-siap sekarang
karena toh pada akhirnya juga akan putus juga. Hanya masalah waktu. Katanya, di
sela waktu itu, bisa berusaha menumbuhkan cinta sebelum keduluan yang lainnya.
(Hanya masalah waktu, katanya)
“Hih, malah diem aja. Aku tunggu sampai jawabannya 'iya'!”
Dia tersenyum lalu kembali meminum jusnya.
Dia adalah orang yang membawakanku kopi hampir setiap hari, mengajakku nonton
atau jalan, meski aku tidak pernah mengiyakannya kecuali jika ada teman kantor
lain yang juga ikut serta. Menanyakan ‘sudah sampai rumah belon?’ atau ‘malam
ini maem apa?’, dan lain sebagainya. Berusaha selalu ‘ada’, meski ‘pintu itu’
belum terbuka.
(‘Ada’)
Aku menatapnya. Dia melirikku seperti tahu aku sedang melihatnya, “Jadi, jawabannya, sekarang sudah
‘Iya’?”
Aku tertawa.
Dia mengerlingkan matanya lagi.
Categories:
Postingan pertama setelah sekian lama. Sedang berusaha kembali. Semoga, tulisan bisa kembali dengan gaya bahasa semula, dan bisa rutin lagi untuk mengisi blog setidaknya seminggu sekali.
Demi proyek namarappuccino. :)
Doanya.
Gluck! Aku sukaaaaaaaaaaa!!! sederhana tapi hampir setiap org pasti pernah merasakan nya
Gluck! Aku sukaaaaaaaaaaa!!! sederhana tapi hampir setiap org pasti pernah merasakan nya
Ahh. Akhirnya posting lagiii. Miss Namarappuccino, so much.
Manusia itu memang sulit diatur. Entah hidupnya, hatinya, atau logikanya.
Endingnya tak terduga..
Gotchaaaa... Selamat datang kembali di dunia blog.. Selalu suka dengan tulisannya
Welcome back, then :)
Welcome back :)
tulisanmu selalu begitu kak, sederhana tapi ngena.
aku juga sudah lama sekali gak mampir blog.
So, welcome back to us! hehe
Ah, akhirnya muncul lagi.. Sehat terus kak, ditunggu postingan2 selanjutnya :)
Welcome back. Selalu rindu baca tulisan-tulisan lu, seperti segelas Cappucino yg selalu gua minum di setiap pagi =)
Ringan. Ngena.
Gud joob kaaaak;;)
Ringan. Ngena.
Gud joob kaaaak;;)
Sederhana, simple tapi ngena banget 💕