Aku 'tahu' kamu akan pergi, aku hanya tidak tahu akan secepat ini.

Dari awal, aku sudah ikhlas. Bukan saat kamu memutuskan pergi, tapi justru sejak awal kamu datang dan mengajakku berpasangan. O, bahkan saat awal berkenalan. Mungkin karena aku sudah belajar dari pengalaman, kalau orang, secinta-cintanya kita atau mereka, bisa pergi dan datang.

Yang awal saling sayang, bisa menjadi seperti dua orang asing kemudian. Yang awal sudah punya rencana-rencana untuk tetap bersama, ternyata berpisah juga pada akhirnya. Dua orang bisa berencana menjadi suami istri, tapi baru benar-benar terjadi kalau keduanya sudah benar-benar menjadi suami istri. Jika masih rencana, seberapa persen pun kepastiannya, tetaplah masih wacana. Masih rencana. Seperti halnya orang yang 100% yakin bisa bangun pagi untuk jogging, tapi keesokannya bisa saja memilih untuk tidur lagi.

Dari sana aku mengerti, semua masih tidak pasti sebelum itu pasti. Kita tidak pernah tahu kemungkinan apa yang terjadi, seberapa pun yakinnya kita pada apa yang kita inginkan untuk terjadi.

Begitupun kamu. Setelah kita menjadi sepasang, aku tahu dua hal. Kita bisa berpisah, atau tetap berpasangan. Dengan waktu yang berjalan, masih terlalu banyak kemungkinan. Masih banyak orang lain yang akan kita temui. Bisa jadi salah satu dari kita menemukan cinta baru lalu memutuskan pergi. Pada saat itu, mungkin salah satu dari kita memang tidak setia, atau memang sebenarnya tidak benar-benar jatuh cinta. Hanya merasa nyaman ketika berdua, bukan berarti itu cinta. Kenyamanan, tidak berarti sama dengan rasa sayang.

Aku tidak mau berpikir buruk. Aku berpikir realistis. Sebelum kita benar-benar menjadai suami istri, berarti kita memang belum suami istri. Tentu aku berharap itu yang terjadi. Tetapi, aku juga harus bersiap kalau-kalau bukan yang kuinginkan yang terjadi. Itulah kenapa aku 'tahu' kamu akan pergi. Bukan pasti, tetapi berjaga kalau benar terjadi kamu pergi.

Aku merasa kita harus bahagia. A-KU. Aku, harus bahagia. Denganmu atau dengan orang lain nantinya. Bahagia tidak harus bersama orang yang kita inginkan. Tetapi, kalaupun iya, tentu itu bahagia yang lebih menyenangkan. Kalaupun tidak, aku tetap harus berbahagia. Bersama siapapun itu yang ditakdirkan, di tempat mana pun aku berada, dengan apa saja yang aku punya.

Dan, benar. Aku 'tahu' kamu akan pergi. Aku hanya tidak tahu akan secepat ini.

Tetapi, tahu apa yang paling menyenangkan tentang kamu? Aku tidak harus berpura-pura menjadi orang lain saat bersamamu. Itu. Itu yang paling menyenangkan tentang kamu. Menjadi diri sendiri itu menyenangkan. Dan mungkin itulah yang membuatku merasa nyaman.

Mungkin karena itulah, di pikiranku sudah benar-benar tertanam di kepala: Ini orangnya, orang yang aku inginkan untuk kujadikan pasangan selamanya. Di keluargaku, kamu juga sudah dianggap saudara, Mereka menyukaimu karena kamu baik, sopan, dan bisa dekat dengan mereka. Sesuai untukku, dan kita pasti akan bahagia. Lagi, itu kata mereka.

Lalu kamu datang suatu malam dengan muka kusam. 'Terjadi sesuatu yang buruk,' aku tahu.

Kamu meminta maaf berkali-kali dan aku berusaha menenangkan diriku sendiri lebih dari berkali-kali. Kalau sampai kamu meminta maaf berkali-kali bahkan sebelum mengatakan alasannya, berarti yang terjadi pasti buruk sekali.

Di hatiku berharap semoga ini bukan akhir, tapi di kepalaku justru berkata untuk bersiap karena di sinilah semua harapan itu akan berakhir.

Tetapi apa penyebabnya, kamu juga tidak segera mengatakannya. Mungkin kamu bingung merangkai kata sampai selalu terbata-bata.

Ini akan memakan waktu lama kalau kamu terus berputar-putar saja. Kamu berbuat apa? Salah apa? Ada apa? Minta maaf untuk apa?

"Sudah! Katakan saja!" aku tahu kamu menungguku mengatakannya jadi aku mengatakannya. Biar cepat selesai. Toh pada akhirnya, nanti atau sekarang, tidak akan mengubah kenyataan.

Lalu di sana. Hal yang lebih menakutkan dari yang paling kutakutkan kalapun kita berpisah terjadi. Aku tidak pernah mengira hal seperti ini yang akan membuat kita berdua berakhir.

Kamu menghamili perempuan lain adalah sesuatu yang benar-benar di luar perkiraan. Ya, aku bersiap untuk kemungkinan kamu selingkuh atau mencintai gadis lain. Tetapi, menghamili? Meng-ha-mil-i?!

Aku 'tahu' kamu akan pergi. Aku hanya tidak menduga kamu ternyata orangnya seperti apa.

Satu pelajaran lagi. Kita bisa seolah-olah benar-benar mengenal seseorang sepenuhnya, tapi kita tidak akan pernah memahami jalan pikirannya sepenuhnya.

Selalu berharap yang terbaik, tapi juga bersiap untuk kemungkinan yang terburuk. Hanya saja, aku tidak mengira ada yang lebih buruk dari perkiraanku yang paling buruk.






Categories:

7 Responses so far.

  1. duh... aku gak siap berpisah :(

  2. Terlalu manis untuk di lupakan

  3. ikhlas walau tak ingin ditinggal.

  4. pazanafa says:

    Ya.... Kepastian itu adalah ketidakpastian. Langkah awal kita terasa mantap tanpa mempertimbangkan restuNya. Seolah rencana kita yang paling sempurna. Tidak!!! Kita terlalu kerdil bermimpi. Kita terlalu jumawa dalam harapan yang pada akhirnya blaaaasss. Semua pergi.... Hilang....