Jangan bertanya kenapa aku melakukan itu karena aku tidak
punya jawabannya. Aku hanya tahu, bahwa hatiku memang kecil, tapi cukup besar
untuk menampung semua hal tentangmu.
Jadi biarkan aku tetap memperhatikanmu. Biarkan aku
melakukan kebodohan-kebodohan dengan bersedia melakukan apa pun untukmu,
seperti sedetik setelah kamu menelepon memintaku datang, aku segera mengambil
jaket dan helmku untuk segera menemuimu. Atau juga seperti menemanimu tengah malam
hanya untuk berbicara hal-hal tidak penting. Karena menurutku, sebodoh apa pun
percakapan kita, itu adalah waktu yang sangat berharga. Tidak boleh
kusia-siakan.
Dan di sela-sela percakapan itu, kalau kamu melihatku
menarik napas panjang, itu aku mencintaimu, hanya saja lalu menyadari bahwa
tidak seharusnya melakukan itu.
Jadi seperti ini, pernahkah kamu mencoba sekuat tenaga untuk berhenti
mencintai seseorang, tapi lalu melihat senyumnya, dan menyadari kalau menyangkut
apa pun tentang dia, ternyata hatimu rapuh sekali? Ya, aku sering mencobanya,
dan selalu pada kesimpulan yang sama berulang kali. Bahwa menyangkut apa pun
tentangmu, hatiku ternyata rapuh sekali.
Jadi, kapan pun ada kesempatan untuk bertemu atau berbincang denganmu aku
akan mengambilnya. Meluangkan sebanyak waktu yang aku bisa dan menikmatinya.
Karena di waktu-waktu itu adalah kesempatan terbaikku untuk mengutip setiap gerakanmu agar bisa kuingat lagi satu per satu kalau-kalau aku rindu. Siapa tahu nantinya tak ada kesempatan lainnya untuk bertemu denganmu?
(Kalau kamu suatu hari sesekali mengingatku, yang harus kamu tahu adalah aku pernah setiap hari melakukan itu.)
Biarkan saja aku melakukan itu. Kamu tidak harus
memahaminya. Kamu hanya harus mengerti bahwa seringkali aku menganggap bahwa napasku ini untukmu. Jadi
tetaplah di sini. Belajar menerimaku. Belajar menerima bahwa aku tidak bisa
berhenti memperhatikanmu. Karena kamu pasti tidak tahu beratnya belajar mencintai orang lain
sementara aku tak bisa berhenti memikirkanmu.
Mungkin akan ada waktunya aku harus melepaskanmu. Tapi nanti. Terima aku sebentar lagi.
Tapi, kalau nanti aku tetap tidak bisa lupa, maukah kamu mengajariku untuk menyerah saja?
Mungkin akan ada waktunya aku harus melepaskanmu. Tapi nanti. Terima aku sebentar lagi.
Tapi, kalau nanti aku tetap tidak bisa lupa, maukah kamu mengajariku untuk menyerah saja?
Karena di tulisan ini, aku bisa saja menulis "Berhenti mencintaimu". Dan itu sangat mudah. Sayangnya, prakteknya tidak pernah semudah menuliskannya.
______
Walau terlambat, tetap berusaha ikut #CerpenPeterpan (Cobalah Mengerti)
Pada saat pertama kali ada momen sudah ditulis, tapi baru bisa mengeditnya hari ini. :)
Walau terlambat, tetap berusaha ikut #CerpenPeterpan (Cobalah Mengerti)
Pada saat pertama kali ada momen sudah ditulis, tapi baru bisa mengeditnya hari ini. :)
Categories:
Flashfiction
*speechless* keren mas!
teorinya mudah, prakteknya yang sulit untuk melupakannya ya
Mas Namara, apakah tulisan ini pernah dimuat di blog sebelumnya? berasa aku pernah baca deh. atau aku sudah kenal sekali gaya menulismu? atau flownya yang selalu begitu? atau pemilihan kata yang ah sudahlah, aku uplek blog mu dulu saja :))) *saatnya mengembangkan style menulismu mas*
xoxo
wah wah .....aku terbawa didalam nya ...sipp
salam kenal kang
@Gisyeilla: thank you. :)
@mbak lidya: Iya mbak.
@Mifta: Ada satu dua kalimat yang pernah, iya, nanti berusaha dikembangkan. Tapi yang dulu ngusulin yang fokus nulis yang nyaman, siapa hayooo. Tapi tetap berusaha mengembangkan kok. :)
@Pink: Thank you. :)
andai berhenti itu semuda menuliskannya, pasti saya orang pertama yg akan melupakannya. Pasti.
ahahahaha berkembang ga berarti ga nyaman kan :p
Jleb....
Meleleh air mata.
Mas :|
Ehm... Benar-benar tulus. Keren, Kak! :)
terdampar lagi dikerajaan sederhana ini.hha
setelah baca postingan terdepan, semua tulisannya NANCEP!
pernah niat ngebukuin?
dibukukan cepat hayo :)
Nah.... Kena dihati! brb ke apotik nyari obatnya biar gk sakit hati....
keren kak,spt yg kurasakan saat ini :)